Hidup ini seperti mutiara yang terbentuk dari air mata dari tahun ke tahun.. Sangat berharga. Bagaimanakah hidup Kita saat ini…?
Sudahkah Kita menyesali kesalahan yang telah lalu…?
Sudahkah kita senantiasa menyempurnakan sholat dihadapanNya…?
Sudahkah kita membaca Al-qur'an hari ini…?
Yakinkah jika amal-amal Kita saat ini sudah cukup untuk bekal di akherat nanti…?
Sudah kita bersyukur hari ini…?
Ingatkah kita pada mereka disana yang sedang mengharap uluran tangan ini…?
Semua jawaban ada dihati kita masing-masing
Berubahlah kita mulai detik ini.. sebelum nafas hanya tinggal sehasta saja.. dan tak banyak yang dapat kita lakukan
Sabtu, 19 Februari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Sesungguhnya dalam Islam, cinta dan keimanan adalah ibarat dua sisi mata uang. Antara yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Cinta tidak dapat digambarkan tanpa iman. Dan iman pun tidak dapat dibayangkan tanpa cinta. Dengan cinta dan keimanan inilah hati setiap mukmin yang satu dengan lainnya terikat kuat. Bila mukmin yang satu sakit, maka mukmin yang lain pun merasakan hal yang sama. Karenanya, tak berlebihan bila seorang ulama Mesir yang telah syahid, Al Ustadz Imam Hasan Al-Banna mengatakan bahwa dengan dua sayap inilah Islam diterbangkan setinggi-tingginya ke langit kemuliaan. Bagaimana tidak, jikalau dengan iman dan cinta, persatuan ummat akan terbentuk dan permasalah pun akan terpecahkan.
"Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh mengerjakan yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan mereka ta’at kepada Allah dan Rosul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Alloh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Qs. At Taubah : 71). Subhanallah, demikianlah sejarah kaum salaf telah memperlihatkan kepada kita bahwa kumpulan manusia itu seluruhnya adalah laksana satu tubuh, melakukan aktivitas yang satu, serta merasakan perasaan yang sama, walau pun dalam kondisi yang teramat sulit. Dan Betapa 'pancaran ukhuwah' saja telah mampu mengalahkan musuh dan memenangkan kaum mukminin, sekaligus menaklukkan kota itu.
Itulah buah dari persaudaraan dan kesatuan yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Kemesraan ukhuwah seperti itu tidaklah terbentuk begitu saja, sikap takaful (saling membantu) yang mereka lakukan terbentuk karena ada proses lain yang sebelumnya mereka jalin. Kemesraan ukhuwah tersebut mereka mulai melalui proses ta’aruf atau saling mengenal. Dari mulai fisik, karakter, kadar keseriusan taqarruf (kedekatan) pada Allah, kesenangannya, latar belakang keluarga, dan sebagainya.
Ta’aruf yang baik akan meminimalisir kekeringan dan keretakan hubungan sesama muslim. Ia juga dapat membuat hati menjadi lembut serta mampu melenyapkan bibit perpecahan. Bila wilayah ta’aruf telah terbentang, maka akan tumbuh sifat tafahum (saling memahami). Sikap tafahum akan menjaga kesegaran dalam berukhuwah. Karena, ketika keterpautan hati telah terjalin maka timbul sikap saling toleransi, dan saling kompromi pada hal-hal yang mubah (boleh) sehingga akan membuat hubungan satu sama lain menjadi lebih harmonis. Puncak tafahum adalah ketika seorang mukmin dengan mukmin lainnya dapat berbicara dan berpikir dengan pola yang sama.
Setelah dua proses itu berjalan barulah terbentuk sikap takaful yang darinya lahir sifat itsar, puncak amal ukhuwah Islamiyah.
Sungguh, kemesraan 'pancaran ukhuwah' yang telah dicontohkan oleh generasi dahulu adalah ukhuwah Islamiyah yang tak lapuk oleh waktu dan musim. Ia akan panjang usia dan kekal hingga hari akhirat kelak. Oleh karenanya, patutlah kita bercermin pada generasi awal Islam dan para salafussalih dalam berukhuwah. Dengan demikian, 'pancaran ukhuwah' yang demikian tingginya dimiliki oleh mereka, tidaklah sekedar menjadi kisah yang sering kita dengar dan kita baca, tetapi juga menjadi bagian dari hidup kita, Insya Allah.
"Di sekitar Arsy ada menara-menara dari cahaya. Di dalamnya ada orang-orang yang pakaiannya dari cahaya dan wajah-wajah mereka bercahaya. Mereka bukan para Nabi dan syuhada’, tetapi para Nabi dan Syuhada’ iri pada mereka. "Ketika ditanya oleh para sahabat, Rosulullah saw menjawab, "Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah, saling bersahabat karena Allah, dan saling kunjung karena Allah". (HR. Tirmidzi). Wallahu’alam bishshowaab. @artikel di 'C2'berulang-ulang aku membaca nya dan ber usaha memahami.
Posting Komentar